Batik Indonesia tengah duka cita! Di satu sisi kita berjuang mati-matian dengan promosi ke luar negeri agar batik Indonesia dikenal, dibeli, eksis eh, kita kecolongan, karena yang mampu membuat hak paten atas batik ternyata justru Malaysia.
Dan berita yang lebih mengejutkan saya adalah saat peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Acara puncaknya diselenggarakan di Ruang Auditorium BPPT, 10 Agustus 2009. Pada acara tersebut Mennegristek, Kusmayanto Kadiman mendemonstrasikan batik fraktal: seni batik melalui pola yang dimodelkan dalam rumus matematika dengan menggunakan teknologi komputer.
Batik dalam pandangan saya meliputi kesatuan antara motif dan proses. Kita tidak dapat melihat semata-mata motif. Kesatuan inilah yang membuat batik menjadi bernilai adiluhung. Walaupun metode berkembang: dari batik tulis, cap, hingga print, tetapi pakem-pakem batik yang ada tetap dipenuhi.
Pak Menteri mengatakan batif fraktal sebagai solusi baru. Tetapi saya tidak mengerti apa maksudnya. Apa yang baru disana? Batik fraktal tidak menjadi teknik produksi batik yang lebih cepat dan murah. Yang mengatasi masalah ini adalah batik print, bukan batik fraktal.
Dalam pandangan saya, batik fraktal hanyalah salah satu bentuk pola visual komputer. Dan ketika saya amati hasil karyanya satu persatu, saya tidak menemukan hal yang indah di sana. Saya tidak tahu apa yang salah. Masa sepotongan gambar yang melengkung-melengku
Teknologi kok malah merusak budaya si Pak? Pakem-pakem pada batik adalah nilai adiluhung bangsa yang harus kita lestarikan. Bukan dirusak dengan gambar asal-asalan. Sudah kasus Blue Energi, Super Toy, eh sekarang Batik Asalan... Wajar saja negeri kita ngak maju-maju, wong menteri risetnya aja kayak gini.
Salam Dari Pekalongan
Riana Helmi
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
No comments:
Post a Comment