Thursday, November 12, 2009

[media-bali] Cicak Vs Buaya : Menakar Potensi People Power?

 

Sekedar Perbandingan Dengan Gerakan (People Power) 1998 Yang Menjungkalkan Soeharto

Namun ada perbedaannya dengan kasus 1998. Pada tahun itu, terdapat barisan atau organisasi pelopor (vanguard organization), sedangkan di tahun 2009, yang ada hanyalah kelompok penekan (pressure group). Kedua hal itu jelas berbeda. Barisan atau organisasi pelopor terus berusaha memimpin dan menaikkan derajat perlawanan hingga sampai pada isu tertinggi yang bisa dicapai. Sementara kelompok penekan, hanya akan tetap peduli pada isu reformis biasa. Praktiknya nyata di lapangan, kelompok pelopor terus mengancam rezim dengan gelombang aksi massa yang besar dan seringkali berakhir dengan bentrokan, maka aksi kelompok penekan hanyalah sampai pada penggalangan massa, membaca pernyataan sikap, lalu duduk atau berdiri sambil berjoget atau sambil menonton acara musik.

dipetik dari artikel Putut EA di Indoprogress, "Akankah SBY Jatuh?"

Masyarakat kelas menengah yang bergerak juga masih terbatas pada pekerja pers, aktivis mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat dengan beragam motif yang berserak. Bandingkan dengan gerakan 1998, yang melibatkan pekerja-pekerja berdasi (white collar), para buruh, sampai kaum tani yang tidak lagi bisa membeli pupuk. Teori stabilitas ekonomi mutlak berlaku, yakni apabila mahasiswa masih bisa membeli pulsa dan membayar kamar-kamar kosnya, serta tidak membuat dapur umum di kampus-kampus dengan menu Indomie, maka kolaborasi gerakan kelas menengah dengan kelas bawah tidak akan terjadi. Krisis ekonomipolitik 1998 menyebabkan banyak mahasiswi tidak lagi bisa membeli bakso, apalagi\ bedak dan tiket nonton. Bayangkan juga bagaimana kaum ibu bergerak membawa panci, sendok, dan garpu ke jalanjalan dengan tujuan menurunkan harga. Di kalangan aktivis, harga dipelesetkan menjadi "Soeharto dan keluarga".

dipetik dari artikel Indra J. Piliang di Koran tempo "Utak-atik People Power"

Situasi kacau kelembagaan negara akibat perseteruan "buaya lawan cicak" secara cerdik sedang dimanfaatkan oleh istana....

Langkah-langkah catur istana itu mengesankan bahwa SBY sengaja menghindari keterlibatan langsung dalam situasi konflik yang terjadi. Dengan posisi yang seolah membela semua pihak yang terlibat konflik, SBY ingin menunjukkan dirinya adalah pengayom, baik bagi KPK, DPR, Polri, maupun kejaksaan.

Bahkan, dalam penyelesaian konflik kelembagaan itu pun SBY menghindari menggunakan langsung tangannya, tetapi lebih memilih membentuk Tim Delapan. Selain menjalankan tugas mencari fakta dan klarifikasi proses hukum kriminalisasi KPK, Tim Delapan sekaligus menjadi bemper istana dalam berhadapan dengan masyarakat dan semua lembaga yang sedang berseteru.

Dengan cara ini, Presiden SBY tak akan tersentuh dan bersentuhan langsung dengan arena perseteruan. Jika istana sengaja menciptakan langkah catur itu, drama "Buaya lawan Cicak" justru sedang memasuki fase baru yang lebih anarkistis. Situasi ini harus diwaspadai karena akan membuka peluang bagi lahirnya pola pengelolaan kekuasaan yang antidemokrasi.

dipetik dari artikel Wawan Mas'udi di harian Kompas "Langkah Catur Istana"

selengkapnya

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/11/cicak-vs-buaya-membandingkan-dengan.html

 





__._,_.___
.

__,_._,___

No comments: