Friday, September 04, 2009

[media-bali] Prof. Umar Vadillo - The End of Economics

 

 

BERAKHIRNYA EKONOMI:

(THE END OF ECONOMICS)

MATAUANG EMAS DAN PUNAHNYA PERBANKAN

Dialog Justiani dengan Prof. Umar Ibrahim Vadillo, Chairman WITO (World Islamic Trade Organization)



Prof. Umar Ibrahim Vadillo, Pemimpin Korporasi E-dinar Dotcom, suatu electronic payment system" berbasis emas, yang juga menjabat sebagai Ketua WITO (World Islamic Trade Organization), berkesempatan mengunjungi Indonesia selama sebulan dalam perjalanannya ke Kuala Lumpur, Malaysia, dari Capetwon, Afrika Selatan untuk bersama-sama mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad, merumuskan program aksi digunakannya kembali mata uang emas dalam perdagangan lokal, nasional, regional maupun global.


Sejak Pemerintahan PM Mahathir, Malaysia telah bertekad untuk menggunakan mata uang dinar emas sebagai salah satu matauang yang legal. Saat ini, gerakan ini kembali dimotori oleh Pemerintahan Negeri Kelantan yang membayarkan seperempat gaji seluruh pegawai negeri Kelantan dalam matauang dinar emas, disamping itu Pemerintah Kelanta bertekad menerapkan model masyarakat Islam secara menyeluruh. Jaringan Ar-Rahn (Pegadaian) di Negeri Kelantan diaktifkan untuk menjadi Wakala (Kiosk untuk Money Changer dan Transaksi berbasis Dinar Emas). Sekarang ini, Prof Vadillo menjadi konsultan dalam perancangan konsep dan pembangunan Pasar Islam terbesar di Malaysia yang akan dibangun di Kelantan. Sebagaimana selalu dikatakan bahwa perdagangan dan keuangan adalah motor penggerak ekonomi yang tidak terpisahkan.


Dalam kesempatannya berkunjung ke Indonesia, Justiani mengajak Prof Vadillo melakukan serangkaian kegiatan dan berdialog dengan sejumlah tokoh di tanah air. Diantaranya memberikan kuliah umum (studium generale) di STEKPI, Kalibata, Jakarta Selatan, dan juga di UIN Syarief Hidayatullah, Ciputat, Jakarta Selatan, Mesjid Salman ITB Bandung, Universitas Widyagama Bandung, berjudul: "The End of Economics: The Return of Gold Dinar as A Single Global Currency and The Empowerment of People" (Berakhirnya Ekonomi: Kembalinya Dinar Emas sebagai Matauang Tunggal Dunia dan Kebangkitan Rakyat). Sempat berkunjung ke Pondok Pesantren Modern Al-Ishlah Bondowoso, dan memberikan ceramah di hadapan seluruh Pimpinan Pondok Pesantren se Jawa Timur yang sedang berkumpul di Bondowoso. Berjumpa dan berdialog dengan Gus Dur, Sukmawati, Rachmawati, Siswono Yudohusodo, Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, Amien Rais, Soetrisno Bachir, Syafiie Maarif, Dawam Rahardjo, Adi Sasono, Eros Jarot, Mayor Jenderal Bambang Sutejo (Sekretaris Militer Presiden R.I.), Mayor Jenderal Saurip Kadi (Staf Ahli KASAD), Ustadz Arifin Ilham, Aktor Roy Marten, Aktor/Politisi Dede Yusuf, Seniman Sujiwo Tejo.


Atas undangan Adi Sasono, Ketua Umum DEKOPIN, Prof Vadillo juga menghadiri peringatan 60 tahun Hari Koperasi di Bali 11-13 Juli 2007 dan menjadi salah salah narasumber dalam acara ICA (International Cooperatives Association). Pada kesempatan itu, Prof. Vadillo menggagas perlunya didirikannya World Cooperatives Bank (WCB) sebagai tandingan dari World Bank, dimana WCB diharapkan menggunakan dinar emas sebagai matauang di jaringan koperasi dunia tersebut. Didampingi Ketua Umum DEKOPIN, Adi Sasono, Prof Vadillo sempat bertatap muka, secara sekilas, dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani SBY, serta menyerahkan dua keping matauang dinar emas dan dirham perak kepada Presiden Indonesia. Sayangnya surat permohonan untuk berdialog dengan Presiden SBY sampai kini belum ada tanggapan.



LSL: Sejak Indonesia merdeka 62 tahun silam, rupiah menjadi mata uang yang digunakan sebagai alat transaksi sah. Namun, mata uang rupiah tersebut ternyata tak kuat ditimpa inflasi dan guncangan mata uang lainnya seperti dolar AS. Maka, sebagian masyarakat lebih memilih untuk berinvestasi simpanan dalam mata uang dolar AS. Alasannya, dolar AS lebih kuat dibandingkan rupiah. Komentar anda?


UIV: Alasan tersebut dapat dipahami karena mata uang Rupiah sejak digunakan terus mengalami penurunan nilai. Bahkan, penurunan terparah terjadi saat krisis moneter 1997 lalu di mana nilai rupiah sempat menembus angka Rp 17 ribu per dolar AS. Akibat jatuhnya nilai rupiah terhadap dolar AS tersebut menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi terpuruk. Harga-harga barang impor melonjak tajam yang juga diikuti lonjakan harga sembako. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) juga menaik tajam. Banyak perusahaan gulung tikar dan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran dan berbagai dampak sosial lain.


LSL: Dalam dua tahun terakhir, nilai rupiah bergerak cukup stabil pada level Rp 8 ribu hingga 10 ribu. Bursa Efek Jakarta (BEJ) melansir nilai rupiah terhadap dolar AS pada Selasa (29/5/07) berada pada posisi Rp 8.765, sedangkan nilai rupiah terhadap euro tercatat berada pada posisi Rp 11.900. Meski demikian, cukup stabil kondisi nilai rupiah tersebut tidak berarti bahaya telah meninggalkan Indonesia. Beberapa waktu lalu, Menkeu Sri Mulyani mensinyalir potensi terjadinya krisis ekonomi jilid dua di Indonesia. Penyebabnya adalah pasar uang di Indonesia dinilai telah kebanjiran dana-dana jangka pendek dari luar negeri. Kondisi tersebut diyakini mirip dengan kondisi menjelang krisis moneter pertama yang menimpa Indonesia pada 1997 silam. Data terakhir menunjukkan bahwa dana asing yang masuk ke SBI sekitar 1,36 miliar dolar AS, SUN 847 juta dolar AS, dan pasar saham 623 juta dolar AS.


UIV: Bila krisis moneter jilid dua terjadi, fenomena yang terjadi pada krisis moneter jilid pertama kemungkinan besar bakal terulang. Hal tersebut seperti devaluasi besar-besaran yang menimpa rupiah. Berbagai harga harga barang melonjak tajam dan berbagai dampak sosial ekonomi lainnya yang tidak dapat dibayangkan. Pelemahan yang menimpa rupiah disebabkan beberapa faktor. Salah satunya adalah karena rupiah merupakan mata uang kertas dan bukan dinar dirham (matauang emas/ perak). Sebagian pihak meyakini Indonesia tidak akan mengalami penurunan bila dinar dirham digunakan sebagai alat tukar resmi.


Devaluasi juga terjadi atas seluruh mata uang kertas negara lain. Sebabnya, uang kertas tidak didukung oleh nilai instrinsik. Sementara, di berbagai negara, uang kertas dapat dicetak sebanyak mungkin sehingga rentan inflasi. Penggunaan uang kertas di suatu negara juga berarti pelegalan atas tindak pencurian. Hal tersebut juga berlaku di Indonesia. Sebabnya, nilai uang kertas cenderung menurun dan hanya segilintir orang yang diuntungkan dengan penurunan tersebut. Parahnya lagi, penurunan nilai uang kertas terus terjadi bertahun-tahun tanpa bisa dihentikan.


Penurunan nilai mata uang kertas merupakan tindak kriminal, pencurian. Jumlah uang kertasnya memang tidak berkurang. Tapi, nilai uang kertas yang dikandung berkurang secara terus menerus. Sementara, masyarakat di berbagai negara dipaksa untuk menggunakan mata uang kertas oleh pemerintah dan otoritas setempat.


LSL: Penggunaan mata uang kertas dinilai tidak dapat mendorong kesejahteraan seluruh masyarakat suatu negara. Fenomena tersebut hanya akan semakin memperkaya segelintir kelompok yang memang diuntungkan dengan sistem uang kertas tersebut. Bagaimana penjelasannya?


UIV: WITO mencatat sistem uang kertas hanya akan menguntungkan sekitar 300 kerajaan keluarga di dunia. Mereka diuntungkan karena mereka menguasai ratusan lembaga keuangan internasional lintasnegara seperti perbankan dan lembaga investasi. Sedangkan, miliaran penduduk dunia lainnya hanya menjadi korban atas sistem uang kertas tersebut.


Selain itu, WITO juga mencatat, dalam lima tahun terakhir, nilai dolar AS baru yang dicetak mencapai 100 triliun dolar AS. Jumlah tersebut diprediksi dapat membeli sebuah negara seperti Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki sumber daya berlimpah seperti minyak, aluminium, gas, dan emas. Namun, sumber daya berlimpah tersebut hanya ditukar untuk mendapatkan dolar AS yang sebetulnya tidak dijamin emas.


LSL: Menurut anda, untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi suatu negara, dinar dirham dapat menjadi solusi alternatif. Hal tersebut karena dinar dirham terbuat dari logam mulia yang tidak dapat dibuat seenaknya, tapi harus dengan standard tertentu, selain itu dinar dirham telah melalui proses alami ribuan tahun, sementara uang kertas baru beberapa ratus tahun. Bagaimana penjelasannya?


UIV: Itu karena itu dinar dirham tidak dapat dipermainkan oleh para spekulan seperti uang kertas. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, dinar ditetapkan sebagai koin emas 22 karat dengan berat 4,25 gram. Sedangkan, dirham ditetapkan sebagai koin perak dengan berat 2,975 gram. Karena terbuat dari emas dan perak, dinar dirham dikenal sebagai mata uang yang tahan inflasi. Bahkan, kedua mata uang tersebut jauh mengungguli mata uang mana pun termasuk dolar AS atau poundsterling Inggris. Karena itu, keduanya telah digunakan manusia selama ribuan tahun, bahkan sebelum Islam datang. Salah satunya adalah penggunaan koin emas oleh peradaban Mesopotamia dan Romawi. Nama dinar pun berasal dari bahasa Romawi "dinarius". Jadi sebetulnya sudah terbukti peranannya sebagai matauang yang tahan inflasi.


LSL: Meskipun dinar dan dirham diyakini berbagai pihak tidak dapat dipermainkan. Tapi, sebetulnya masih terdapat celah untuk mengambil keuntungan untuk memperdagangkan dinar.


UIV: Namun, celah margin tersebut tidak sebesar celah yang dimiliki uang kertas. Akibatnya, spekulan valas tentu tidak menyenangi bila dinar dirham menjadi mata uang suatu negara. WITO mencatat dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan nilai dinar terhadap mata uang kertas seperti rupiah berada pada level 25-30 persen per tahun. Hal serupa juga terjadi pada nilai dinar terhadap dolar AS. Karena itu, bila Indonesia menjadikan dinar dirham sebagai alat transaksi sah diyakini dapat membuat ekonomi negara tersebut lebih kuat menahan inflasi.


LSL: Bagaimana perkembangan matauang dinar emas ini di negara-negara lain?


Di Malaysia, dinar emas juga telah secara resmi dipakai di kantor-kantor Bazis (Badan Amil Zakat) di sejumlah negara bagian. Jumlah wakalahnya pun di negeri jiran ini telah jauh lebih banyak dibanding di Indonesia. Pemerintah Negara Bagian Kelantan telah melansir dinar emas keputraan pada hari ulang tahun Sultan, dan disitu ditetapkan bahwa 25% gaji pegawai Kelantan akan dibayarkan dalam bentuk rekening dinar di jaringan Ar-Rahn (Pegadaian) nya. Di Inggris dan Skotlandia, perdagangan dengan dinar dan dirham dimotori, antara lain oleh Dinar-Exchange. Secara internasional sistem e-dinar juga sudah semakin berkembang. Hal tersebut dengan memisahkan dirinya dari e-gold, menjadi sistem yang mandiri dengan basisnya di Labuan, Malaysia. Pemakaian dinar emas sendiri saat ini sudah semakin luas dan diterima di berbagai belahan dunia.


Di Indonesia sekurangnya telah ada empat jenis koin dinar, dengan satuan 1 dan 0,5 dinar, yang diterbitkan oleh empat pemrakarsa. Mereka adalah Islamic Mint Nusantara, Baitulmal Muamalat, PP Logam Mulia, dan Kesultanan Ternate. Kapasitas produksi koin dinar dengan mudah dan cepat dapat diperbesar sesuai kebutuhan yang ada. PP Logam Mulia, sebagai bagian dari BUMN PT Aneka Tambang, juga telah mengantongi akreditasi internasional untuk menjamin kualitas kemurnian koinnya.


LSL: Jadi bila Indonesia ingin keluar dari keterpurukan ekonomi akibat inflasi, Indonesia harus mengadopsi dinar sebagai mata uang resmi sehingga basis ekonomi menjadi kuat dan tidak terombang-ambing inflasi. Mengapa demikian?


UIV: Jadi, dengan penggunaan mata uang alternatif ini, dalam hal ini emas, sistem perekonomian sebuah negara tidak akan mudah guncang dengan terpaan-terpaan faktor eksternal. Sebagai gambaran, dengan menjadikan dolar AS atau euro sebagai cadangan devisa dan alat transaksi perdagangan di Indonesia maka gerak ekonomi nasional berada dalam lingkaran belenggu permintaan dan penawaran kedua mata uang itu. Jika kedua negara penghasil uang itu 'bermain-main', ekonomi kita menjadi rentan seperti krisis di 1997 dan 1998. Untuk menghindari spekulasi permainan itu, rasanya Indonesia sudah harus memilih jalan tengah ini untuk memantapkan stabilitas moneter nasional dan menjauhi area ketergantungan dari sistem moneter 'kertas'.



LSL: Bisa anda ceritakan apa yang menjadi isu sentral dari gerakan anda yang menghimbau kembali digunakannya mata utang emas dan meninggalkan mata uang kertas di seluruh dunia?


UIV: Emas akan kembali sebagai mata uang. Para pemikir di seluruh dunia sudah menyerukan kembalinya mata uang emas untuk memperbaiki sistem keuangan dunia dewasa ini. Dengan sederhana hanya dengan memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih mata uang yang mereka gunakan (freedom to choose). Salah satu masalah besar yang dihadapi sistem keuangan global adalah membengkaknya volume sirkulasi mata uang kertas, dalam tataran angka yang nilainya tidak mampu diimbangi oleh kenyataan komoditi yang ada di seluruh bumi sekalipun. Berbarengan dengan itu, realitas perpajakan, inflasi, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas juga terus meningkat di seluruh dunia sebagai akibat sistem ekonomi yang menggelembung ("bubble economy") tersebut. Penyebabnya adalah mata uang kertas, yang jelas-jelas suatu bentuk kekuasaan, diserahkan ke tangan para bankir dan politisi yang terbukti telah menyebabkan ketimpangan dunia dan kesengsaraan rakyat.


Seperti dikatakan oleh Thomas Jefferson: "Institusi perbankan lebih berbahaya (lebih mengancam) kebebasan kita (rakyat) daripada tentara musuh. Penciptaan uang harus disingkirkan dari tangan para bankir karena permainan mereka sudah mengontrol seluruh sudut kehidupan."


Atau seperti dikatakan oleh Jenderal Charles De Gaulle bahwa kenyataan dimana negara-negara menerima dolar sebagai alat tukar yang setara dengan emas, lengkap dengan sistem redit yang menyertainya, untuk neraca pembayaran antar negara dan dengan AS, itu berarti bahwa AS dapat melunasi hutangnya kepada negara-negara lain, setidaknya sebagian, dengan cara menerbitkan dolar semau-maunya sendiri.


Mencermati konsekuensi yang bisa timbul dari keadaan tersebut, maka kita perlu membangun standard pertukaran internasional, agar supaya tidak terulang bencana yang merontokkan dunia dalam hal krisis moneter dan perselisihan yang tidak bisa disebutkan negara mana terlibat. Atas dasar apa sistem pertukaran internasional tersebut harus dibangun? Sesungguhnya belum ada yang menandingi emas sebagai standard alat tukar secara global.


LSL: Dalam banyak kesempatan, anda mengatakan bahwa negara-negara yang statusnya merdeka namun dalam kenyataannya itu hanya "ilusi tentang kemerdekaan" bukan kemerdekaan yang sebenarnya. Bagaimana maksudnya dan apa kaitannya dengan sistem ekonomi yang berbasis pada matauang kertas (fiat money)?


UIV: Kalau kita menengok kembali sejarah terbentuknya Negara-bangsa (nation-state), ketika Negara-bangsa tersebut dinyatakan merdeka sebenarnya pihak penguasa kolonial (colonial powers) meninggalkan 2 buah bom waktu yang hingga kini masih bekerja secara sistemik. Yaitu pertama adalah bank sentral yang tugasnya menerbitkan matauang kertas, dan kedua adalah pemerintah yang tugasnya memaksa setiap warganegaranya untuk menerima kertas sebagai matauang di negaranya masing-masing. Dan sebagaimana lazimnya, pemerintah berkuasa dalam periode waktu tertentu, 4 atau 5 tahun, maka pemerintah berganti-ganti pemimpin atau wajah namun perubahan itu tidak signifikan, hanya kosmetik semata karena yang tetap berjalan adalah sistem keuangan global yang mengontrol melalui matauang kertas yang digunakan di seluruh dunia, dengan berbagai transaksi turunannya yang semakin hari semakin kompleks dan terlihat sangat canggih, hingga harus dipelajari dalam disiplin ilmu ekonomi dengan berbagai variannya.


Maka, yang disebut dengan prinsip "demokrasi" untuk setiap orang yang dielu-elukan di seluruh dunia itu pada dasarnya adalah orang bebas melakukan apa saja, boleh bicara apa saja, sampai ganti kelamin pun itu diangap hak azasi ("human right"), kecuali ada satu hal yang tidak boleh, yaitu soal matauang. Matauang bukan hak warganegara. Dalam hal matauang, ternyata tidak berlaku demokrasi. Inilah kemerdekaan semu yang dimaksudkan. Karena dengan sistem matauang, setiap warganegara telah menitipkan nasibnya kepada sistem yang berlaku dan ternyata sistem tersebut adalah sistem "perampokan" (system of theft). Yaitu sistem yang merampok hak setiap orang secara diam-diam dan dihalalkan oleh sistem.



LSL: Apa yang anda maksud bahwa matauang erat berkaitan dengan kebebasan atau perbudakan?



The history of money is inseparably linked to the history of liberty. Money, in the hands of bad governments, has always been the first victim of abuse. The abuse of money has brought down governments and civilizations in the past; as historians have said, it was the abuse of money that weakened Roman rule. Monopoly, imposition, restrictions, debasement, clipping and privilege have all corrupted the most precious and most important of all commodities: money.



UIV: Matauang yang dipilih secara bebas adalah instrumen kebebasan. Matauang yang dipaksakan adalah instrumen perbudakan. Sejarah matauang terkait erat dengan sejarah kemerdekaan. Uang ditangan pemerintah yang buruk dalam sejarahnya selalu menjadi korban penyalahgunaan. Seperti dikatakan para sejarawan kekuasaan Roman Empire runtuh juga karena penyalahgunaan uang. ..............................................................


Kita kini hidup dalam jaman krisis moneter. Akhir-akhir ini jatuhnya matauang pound, diikuti oleh matauang Eropah lainnya, tidak hanya menunjukkan rapuhnya system tetapi juga membuktikan bahwa sistem ini dibawah control para spekulator. Situasinya semakin parah ketika pemerintah Inggris ternyata impotent dalam mempertahankan matauangnya sendiri terhadap permainan para spekulator. Beberapa miliar pounds yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris ternyata tidak cukup kuat menghadapi 500 miliar pounds yang dimainkan oleh para speculator di pasar uang setiap harinya. Pemerintah terbukti kalah. Sebuah suratkabar di London memuat berita kejadian tersebut dengan headline: "Pemerintah tidak lagi berkuasa", hal itu mengisyaratkan bahwa matauang bukan lagi berasal di tangan pemerintah serta membuktikan bahwa kekuasaan raksasa berasal di tangan-tangan tidak tampak (invisible hands) yang dimungkinkan oleh sistem keuangan, yang kemudian diartikan bahwa saat ini adalah masa matinya siklus politik, yaitu, sirnanya negara-bangsa.


Mempertanyakan soal matauang pada dasarnya adalah sama dengan mempertanyakan tentang kebebasan. Manakala rakyat bebas memilih matauang yang boleh digunakan, mereka pasti akan memilih menggunakan emas dan perak sebagai alat tukar. Namun, kini rakyat dipaksa untuk menerima system yang berbasis pada matauang yang artifisial, dimana nilainya ditentukan oleh suatu mekanisme yang rumit dalam hubungan antara institusi politik dan institusi ekonomi, dan dalam hubungan rumit tersebut, warganegara tidak mempunyai hak bicara, rakyat hanya sebagai penerima pasif apapun yang terjadi sebagai akibat dari sistem yang berlaku.


Pemerintah memiliki kekuasaan untuk menyatakan bahwa kertas adalah matauang yang sah (legal tender), namun pemerintah tidak mempunyai kekuasaan untuk menjamin bahwa uang tersebut dapat dipercaya (trustworthy). Apabila pemerintah tidak membuka peluang untuk alat tukar yang lebih baik, maka hancurlah kredibilitasnya dimata rakyat, karena rakyat tidak bias lagi dikelabui oleh matauang kertas yang ternyata terbukti gagal.


WITO mengusulkan digunakannya kembali matauang emas karena matauang emas akan membawa stabilitas dan keteraturan kembali sistem ekonomi. Kembalinya matauang emas berarti sirnanya matauang yang sarat muatan politis. Matauang emas berarti berakhirnya manipulasi uang milik individu oleh partai politik dan grup-grup penguasa dan penekan (pressure groups). Matauang kertas tidak bisa lagi ditingkatkan peranannya. Matauang kertas yang ternyata sarat muatan politik telah gagal mensejahterakan rakyat karena jaman telah sampai pada penghujung sejarah baru, dimana setiap orang berhak untuk menentukan pilihan matauang yang digunakan untuk transaksi komersial apapun. Rakyat berhak atas kebebasan menggunakan semua pembayaran dalam emas atau perak, kebebasan untuk mencetak matauang emas, menjual, membeli, pinjam-meminjam, mengimpor, mengekspor sejumlah berapapun emas serta kebebasan untuk penggunaan dalam transaksi komersial apapun.

LSL: Apa masalah mendasar dari digunakannya dolar AS sebagai mata uang dunia sehingga anda mempromosikan kembalinya mata uang emas dalam perdagangan dunia? Bukankah matauang kertas juga didukung (dibackup) oleh emas di bank sentral. Bukankah sama saja?


UIV: Instrumen yang digunakan dalam sistem perdagangan internasional hingga dewasa ini adalah menggunakan mata uang dollar AS. Setelah krisis ekonomi global terjadi setelah Perang Dunia II, melalui pertemuan Breton Woods dirancanglah sebuah sistem mata uang dollar sebagai mata uang utama dalam perdagangan dunia, sekaligus menjadikan World Bank, International Monetary Fund (IMF) sebagai pengendali sistem keuangan internasional. Perjanjian Breton Woods pada tahun 1973 kemudian dihapuskan ketika Amerika Serikat secara unillateral memutuskan bahwa Dolar Amerika tidak perlu lagi didukung oleh emas. Sejak itulah Dolar Amerika tidak bedanya dengan lembaran kertas saja.


Dengan mata uang dollar AS, Amerika Serikat memegang kekuasaan luar biasa yang sangat tidak proporsional. Dengan kertas yang disebut Dolar AS, mereka bisa membeli berbagai komoditi seperti minyak, gas, aluminium, emas, dll dari negara-negara lain di dunia. Jika mereka perlu lebih banyak komoditi, mereka tinggal mencetak saja lagi. Jadi sistem semacam ini amatlah tidak adil dan tak bermoral.


Hal ini telah mengeksploitasi model perdagangan dengan sistem pembagian kerja internasional. Surplus ekonomi bagi sekutu-sekutu Amerika terus terjadi, yang berdampak pada ketidakseimbangan perdagangan global. Negara-negara miskin tidak mampu melakukan ekspor tanpa didukung impor sehingga negara-negara miskin mengalami "a vicious circle of import".


Akibatnya negara-negara miskin memiliki tingkat ketergantungan yang begitu kuat terhadap negara-negara maju. Sistem keuangan internasional yang dirancang pasca Perang Dunia II dalam Breton Woods, telah melahirkan ketidakadilan neraca keuangan global. Defisit terus menimpa negara-negara miskin dan surplus keuangan terus ditarik ke negara-negara maju.


LSL: Apa peran IMF dalam perjanjian tersebut?


UIV: Keputusan-keputusan yang diambil IMF misalnya, bersifat tertutup sehingga distribusi kekuatan di dalam pengambilan keputusan sangat timpang karena prinsip yang digunakan adalah "one dollar, one vote".


Ketidakadilan ini yang mengacaukan sistem keuangan internasional, dan sistem ini perlu didekonstruksi dengan menawarkan solusi sistem mata uang emas sebagai padaradigma mata uang global. Sistem mata uang emas merupakan sistem mata uang yang lebih memiliki standard universal. Dan dalam pengalaman sejarah, sistem ini justru memberi peluang bagi negara-negara miskin untuk diberi kesempatan maju.


LSL: Tolong bisa digambarkan bagaimana keadaan perdagangan dunia sekarang ini bila hal itu dianggap salah?


UIV: Dalam lima tahun terakhir, AS mencetak matauang kertas sebanyak 10 triliun dolar AS, belum yang dalam bentuk elektronik di bank, dengan uang sebanyak itu, AS bias membeli Indonesia enam kali. Dunia kini dibanjiri terlalu banyak dolar. Dalam pasar-pasar uang saja, terdapat gelembung dolar AS yang berjumlah 80 triliun dolar AS pertahun. Jumlah ini 20 kali lipat melebihi nilai perdagangan dunia yang jumlahnya sekitar 4 triliun dolar AS pertahun. Artinya, gelembung itu bisa membeli segala yang diperdagangkan sebanyak 20 kali lipat dari dimensi yang biasa. Gelembung ini tentu akan terus membesar dan membesar. Anda tidak perlu terlalu bijak untuk memahami bahwa gelembung itu suatu saat akan meledak dan pecah, dan terjadilah keruntuhan ekonomi global yang niscaya lebih buruk daripada depresi ekonomi tahun 1929.


Sebagai perbandingan yang kontras, emas adalah logam yang berharga. Nilainya tidak bergantung pada negara mana pun, bahkan tidak bergantung pada sistem ekonomi mana pun. Nilainya adalah intrinsik dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, emas adalah mata uang yang dapat menjamin kestabilan ekonomi dunia.


LSL: Ketimpangan sistem ekonomi dunia yang anda maksud dengan disebabkan oleh gelembung ekonomi finansial itu sebenarnya bagaimana?


UIV: Sistem keuangan global sudah berkembang melebihi batas-batas yang bisa ditoleransi. Dengan perdagangan "forex" (foreign exchange = perdagangan mata uang) saja volumenya mencapai 2,4 triliun dolar per hari, belum lagi perdagangan "kertas berharga sampai berbagai turunan sekunder nya" (secondary derivatives papers) yang volumenya sudah mencapai 80 triliun dan angka tersebut akan dobel dalam setiap 2,5 tahun, maka sistem keuangan dunia menjadi tidak "favorable" kepada sektor riil karena "money makes money" lebh tinggi hasilnya. Maka, kalau anda punya uang akan lebih tertarik untuk memainkannya di bisnis keuangan ketimbang membangun bisnis di riil sektor. Perdagangan kertas berharga tersebut adalah barang maya, hanya ilusi, tidak nyata, hanya jual beli kertas semata, tidak terkait dengan bisnis riil. Ini yang menyebabkan terjadinya gelembung ekonomi dunia.


Apa akibatnya? Sektor riil lambat bergerak, kecuali di China yang menganut paham berbeda, tidak berdasar "supply and demand". China tetap memproduksi walau tidak ada permintaan. Alasanya adalah stabilitas keamanan nasional untuk menstabilisasi 1 miliar penduduk China, sehingga tidak ada penduduk China yang menganggur, semua bekerja, memproduksi apa saja, sehingga tidak terjadi kriminlitas karena rebutan bahan dasar kehidupan (basic needs). China memproduksi apa saja, mulai dari peniti sampai komponen pesawat terbang. Manajemen 1 miliar penduduk tersebut yang ternyata membawa China kepada kekuatan ketiga di era kini.


LSL: Mengapa anda menyebut ini sebagai gerakan global? Dan bagaimana perkembangan gerakan ini?


UIV: Memang ada kesadaran baru tentang ketimpangan yang diakibatkan oleh sistem ekonomi spekulatif sebagaimana dijelaskan diatas. Lalu awalnya, suara yang melantangkan gerakan kembali ke matauang emas pada dasarnya ditujukan untuk membubarkan Bank-bank Sentral di tiap-tiap negara. Gerakan ini menginginkan bank-bank swasta yang memiliki rating triple A di dunia lah yang menerbitkan "banknotes" dan "deposits" yang direpresentasikan dalam satuan emas (ketimbang semacam traveler cheque dari American Express yang berbasis Dolar AS).


Dengan demikian, bank-bank swasta tersebut tetap berperan sebagai pengelola mata uang. Dan walau suatu bank berusaha menerbitkan "notes" secara tidak bertanggung-jawab, sistem yang diusulkan ini dapat mengatasi hal tersebut. Karena klien, pada dasarnya, membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa, dan notes akan ditransfer kepada pihak lain, yang mana pihak lain tersebut juga adalah klien bank-bank yang lain. Bank-bank ini kemudian akan menebus notes tersebut dari bank yang pertama menerbitkan tadi untuk ditagih dalam bentuk emas. Maka, bank pertama tadi akan kehilangan cadangan emasnya dan terpaksa untuk mengurangi fasilitas pemberian pinjaman. Dan untuk menjaga disiplin pasar, mereka berargumentasi, bahwa sangat diperlukan bagi bank swasta tersebut untuk mendukung matauang yang diterbitkan dengan cadangan emas 100%. Dengan kata lain, sementara bank-bank dewasa ini berjanji untuk dapat membayar "notes" dan "deposits" berdasar permintaan (on demand), kenyataannya mereka kekurangan cadangan yang cukup untuk membayar klaim tersebut bila dilakukan, yang berarti mereka terbukti bersalah atas "pencurian tidak langsung" (implicit theft).


Maka, regulasi selanjutnya adalah memaksa bank-bank untuk mensuplai uang sejumlah cadangan emas, "satu" untuk "satu". Maka, sejumlah bank akan bangkrut dengan regulasi tersebut, namun stabilisasi tidak akan terjadi mengingat persaingan antar bank akan kembali memacu diterbitkannya "notes" secara berlebihan. Padahal seharusnya total sirkulasi uang hanya bisa ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya suplai hasil tambang. Makanya, gagasan ini tidaklah cukup untuk menyelesaikan persoalan.



LSL: Mengapa gagasan perbaikan sistem diatas, anda katakan, tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan?


UIV: Gagasan tersebut, walau telah memahami dan menjelaskan ketimpangan yang terjadi soal "penerbitan uang oleh bank" yang menjadi sebab persoalan, namun masih belum menyentuh isu fundamentalnya, yakni soal bunga uang (interest on money). Pada titik ini, amat penting untuk memperkenalkan prinsip ekonomi Islam yang mengatur tentang hal ini untuk memberikan pencerahan kepada dunia.


Singkatnya demikian. Dalam Islam, uang tidak boleh diperdagangkan dan tidak boleh dipinjamkan dengan menghasilkan bunga, apalagi sampai bunga berbunga. Padahal kita ketahui, kedua hal tersebut adalah bisnis perbankan dewasa ini. Maka, prinsip Islam tadi juga mengisyaratkan pertanyaan yang amat mendasar yakni mengapa kita perlu adanya bank? Kalau kedua hal itu dilarang dalam Islam? Maka, bagi umat Islam, penghapusan sektor perbankan, institusi riba (usurious institutions) tersebut, adalah usaha yang harus dilakukan dalam abad ini. Perbankan perlu dihapuskan dan suatu institusi baru yang lebih sederhana perlu dihadirkan untuk menangani layanan yang diperbolehkan, misalnya mengawasi uang terhadap pencurian, dan menstransfer atau mentransportasi uang dari satu tempat ke tempat lain. Institusi baru ini tidak boleh menerbitkan uang atau kredit apalagi menarik bunga atas uang yang dipinjamkan. Bilan aturan ini diterapkan akan bisa membantu menghapuskan keinginan untuk meminjamkan uang itu sendiri.


Hanya dengan larangan menerbitkan uang bersamaan dengan larangan atas bunga uang, maka solusi tersebut bisa ditawarkan kepada dunia untuk memperbaiki sistem yang ada. Untuk fungsi seperti itu, kita tidak membutuhkan bank. Itu sebabnya, saya katakan bahwa bank Islam itu dobel haram. Bank saja tidak diperlukan dalam Islam, apalagi Bank yang dilabeli dengan Islam supaya menjadi halal. Itu amat menyesatkan. Menyesatkan karena menghalangi Islam untuk memberikan jawaban terhadap persoalan dunia dewasa ini.



LSL: Jadi selain bunga uang (interest on money), dalam hukum Islam, kredit juga haram? Bagaimana penjelasannya?


UIV: Kredit memiliki berbagai fungsi dalam masyarakat, tetapi bukan sebagaimana banyak orang melihatnya sebagai kekuatan sihir. Seringkali yang dinyatakan dalam "sistem akuntansi" tumpang tindih dalam kejadian nyata. Jadi kredit sudah terlalu sering disebut oleh para filsuf sebagai senjata ampuh untuk menyembuhkan berbagai penyakit ekonomi di masyarakat. Akan merupakan suatu prospek yang bagus apabila pemerintah dapat membayar hutang luar nasionalnya, mencukupi kebutuhan birokrasi pemerintahan tanpa pajak, dan akhirnya mensejahterakan seluruh masyarakat hanya dengan secara sederhana mencetak beberapa digit angka diatas kertas yang disebut uang. Kenyataannya, membuat lebih banyak uang tidak membuat orang makin kaya, sebaliknya justru akan menyebabkan nilai matauang turun sementara pada saat yang sama memberikan keuntungan yang berlebihan kepada pemegang hak istimewa untuk mengadakan uang.


Walau kredit yang normal dalam masyarakat hanyalah berupa transfer uang dari satu tangan ke tangan yang lain, namun hari ini, kredit perbankan pada prakteknya sudah menjadi amat kompleks.


Awalnya, peran perbankan adalah sebagai tempat penitipan emas atau komoditi lainnya atau disebut "gold respository", jadi bisnisnya dapat "fee" dari penitipan emas dan mengeluarkan sebuah catatan yaitu "banknotes" atau "current accounts" sebagai pengganti emas untuk memudahkan transaksi. Suatu bentuk catatan semacam promissory note (surat hutang) tadi. Selanjutnya, peran perbankan berkembang. Komoditi yang didepositkan pada bank kemudian menjadi dasar alasan bagi bank untuk meminjamkan substitusi dari uang yang disebut kredit. Disinilah awal perkaranya. Karena ketika bank mengkreasi kredit (memberikan pinjaman atau overdraft), itu artinya diciptakan uang baru (dalam bentuk kredit) yang berarti menambah peredaran uang yang ada di masyarakat. Prosentase "cash to credit" yang layak untuk suatu bank berkisar antara 5% hingga 10% dari cadangan. Hal ini bervariasi di beberapa negara namun sekitar itulah nilainya. Ini berarti bahwa suatu bank dapat menerbitkan kredit dari sesuatu yang tidak ada ("out of nothing") sebesar 20 kali dari jumlah uang cash yang dimilikinya. Jadi 95% dari sirkulasi uang berasal dari "cheques" yang diterbitkan bank. Maka, tidaklah tepat bisa dikatakan bahwa pemerintah menyebabkan inflasi, karena kenyataannya pemerintah hanya melakukan regulasi atau berusaha meregulasi sementara realitasnya bahwa bank setiap saat menerbitkan kredit, sehingga sebagian besar uang beredar adalah dalam bentuk kredit.


Bagi mereka yang anti perbankan seringkali mereka mengatakan bahwa rezim perbankan tersebut secara inheren adalah "fraud" yang menyebabkan ketidakstabilan dan ketidakseimbangan bagi keseluruhan sistem ekonomi. Gagasan sistem "fractional reserve", yang berusaha untuk mencegah kekacauan, pada kenyataannya, menjamin dan melegitimasi bank-bank swasta untuk menerbitkan terlalu banyak uang substitusi dan deposito, yang menyebabkan inflasi. Pemerintah lantas menunjukkan kewajiban untuk menanganinya dengan cara menjamin rasa percaya masyarakat agar tidak goyah agar masyarakat tidak menarik simpanan nya dairbank-bank. Terlebih lagi, Bank Sentral memegang monopoli untuk menerbitkan uang serta memiliki kekuasaan pengaturan yang luar biasa. Dengan cara mewajibkan bank-bank menahan cadangan terhadap suatu proporsi dari depositonya, Bank Sentral berasumsi mampu mengendalikan jumlah pasokan uang. Pemerintah lazimnya kemudian melindunginya dengan cara memberikan asuransi deposit serta memposisikan bank sentral sebagai pemegang peran "pemberi pinjaman pada keadaan paling darurat" ("lenders of last resort").



Maka, matauang kertas yang kita sebut dengan "cash", pada kenyataannya adalah juga kredit atau surat hutang yang tidak bisa ditagih (non-redeemable promissory note), yang nilainya ditentukan oleh pemerintah. Tentu saja, surat hutang yang tidak bisa ditagih bukanlah kredit, karena kedua hal itu adalah kontradiktif. Hal ini berarti bahwa yang kita sebut dengan "cash" itu sebenarnya adalah tercipta dari suatu "penipuan" (deception) dari kontrak sosial ekonomi yang tertulis dalam "promissory notes" namun tidak bisa ditagih dari pemerintah. Dalam taraf ini, bisa dipahami apabila inflasi menjadi bagian tak terpisahkan dari system ekonomi saat ini, belum lagi soal perampokan sistemik (inherited theft) yang terkandung dalam sistem. Jelas sekali, bank-bank mengendalikan uang rakyat sementara rakyat yang menanggung segala kerugian, dan yang lebih parah hilangnya kemerdekaan setiap individu.




LSL: Apa yang anda maksud dengan nasib rakyat dikendalikan oleh para bankir melalui jaringan perbankan nya, tanpa rakyat bisa berbuat apa-apa?



UIV: Realitanya kini, uang terjebak didalam jaringan perbankan. Boleh dikatakan, uang tidak bisa pergi ke tempat lain. Cepat atau lambat, uang yang berasal dari bank deposit akan berakhir di bank yang lain sebagai deposit. Setiap orang yang mempercayakan sedikit uangnya untuk didepositokan di bank untuk mendapatkan sedikit bunga, sudah menjadi semacam kewajaran. Padahal agregasi jumlah deposit yang sedikit tapi dari jutaan orang kini terkumpul ditangan bankir, yang berarti rakyat menyerahkan nasibnya kepada para bankir. Berdasar pengalaman, para bankir ini sudah tahu berapa proporsi nilai uang yang akan diambil oleh pemiliknya dalam periode waktu tertentu. Ada yang mengambil lebih dari rata-rata, namun banyak juga yang mengambil lebih sedikit dari jumlah cadangan rata-rata, jadi dengan demikian dana tersisa bisa dipinjamkan, yakni menciptakan kredit berarti menciptakan deposit di bank dan seterusnya hingga jumlahnya melebihi jumlah yang "cash" yang ada ditangannya.


Sistem yang timpang ini memberikan kekuasaan dan keuntungan kepada perbankan yang secara otomatis bertindak sebagai manajer uang rakyat, yang sebenarnya tidak kita inginkan ("unwanted manager of our money") karena merekalah penyebab inflasi yang kita tanggung dengan segala dampaknya.



LSL: Apa keunggulan menggunakan mata uang emas?


UIV: Sejarahnya, emas dan perak adalah mata uang dunia paling stabil yang pernah dikenal. Sejak masa awal Islam hingga hari ini, nilai mata uang Islam dwilogam itu secara mengejutkan tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif. Seekor ayam pada zaman Nabi Muhammad saw. harganya satu dirham. Hari ini, 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih satu dirham. Dengan demikian, selama 1400 tahun, inflasi adalah nol.


Untuk selama kurang lebih 2500 tahun matauang universal terbuat dari keping emas dan perak yang disebut koin. Alat tukar dwilogam ini bertahan selama dua milenium walaupun begitu banyak pemerintahan yang berusaha memanipulasinya serta berusaha berkali-kali untuk menggantikan matauang ciptaan pemerintah tersebut.


Persepsi dari sifat alamiah matauang dan karakteristik dari logam mulia untuk melayani pertukaran ekonomi mengajak kita untuk berpikir bahwa emas dan perak tentu akan bisa bertahan selama dua ribu tahun mendatang. Dengan kata lain, matauang emas akan kembali menjadi standard untuk waktu yang amat lama setelah sekarang ini sudah hampir terjadi ledakan matauang nasional dair negara-negara, yang sebentar lagi akan dilupakan orang, dan hanya diingat di musuem „numismatics".


Dalam jangka panjang, mata uang dwilogam telah terbukti menjadi mata uang dunia paling stabil yang pernah dikenal. Mata uang tersebut telah dapat bertahan, meskipun terdapat berbagai upaya untuk mentransformasi dinar dan dirham menjadi mata uang simbolik dengan cara menetapkan suatu nilai nominal yang berbeda dengan beratnya. Bahkan, lebih dari itu, dinar dan dirham berpeluang menjadi mata uang dunia. Sebab, dolar AS bukan lagi mata uang yang kuat seperti sebelumnya. Fakta-fakta belakangan ini mengenai nilainya dalam pertukaran internasional, secara dramatis, telah menunjukkan kelemahan inheren dari mata uang kertas ini.



LSL: Mengapa pilihan matauang begitu penting? Apakah dasarnya anda memperjuangkan mata uang emas tersebut?


UIV: Pilihan matauang adalah hal yang amat krusial. Pertanyaannya adalah apakah kita menginginkan sistem dimana pemerintah menerbitkan matauang dan mengelola matauang tersebut melalui proses politik dan proses ekonomi yang rumit dan mekanismenya tidak dipahami oleh rakyat? Atau kita memilih agar rakyat sendiri yang menentukan matauang apa yang hendak digunakan? Bila rakyat menyerahkan nasibnya kepada pemerintah dan lembaga keuangan, maka jelaslah kalau kemudian kita hidup dengan uang artifisial yang memang ideal untuk disalahgunakan buat kepentingan politik. Karena uang dapat diekspansi dan dikontraksi berdasar kebutuhan penguasa, menurut kebijakan dan kepatutan ekonomi pada momentum tertentu. Namun, diatas semua itu, intinya dapat diinflasikan sebagai komplemen dari pajak pendapatan.


Sebaliknya, kalau rakyat dibolehkan untuk memilih matauang apa yang hendak digunakan, ada kemungkinan bahwa media pertukaran berupa berbagai jenis barang-barang perdagangan. Di masa lalu, melalui proses seleksi alam selama ribuan tahun, rakyat memilih logam – emas dan perak – sebagai matauang. Dewasa ini rakyat mungkin juga akan memilih demikian bila dimungkinkan adanya pilihan.


Imam Malik, Imam Besar Madinah, pada jaman awal Islam, menyatakan: „Uang adalah sembarang komoditi yang biasa diterima sebagai medium pertukaran". Jadi menurut testimoni dari Imam Besar Islam, Imam Dar al-Hijra, posisi dari Hukum Islam secara jelas mempertahankan kebebasan untuk memilih komoditi untuk alat tukar daripada penggunaan matauang semu (artifisial).


Matauang dwilogam adalah matauang yang alami dibandingkan dengan matauang artifisial. Tidak diperlukan adanya pemerintah yang harus memberikan persetujuan dalam aspek legalnya. Tidak perlu itu. Bahkan tidak perlu aturan, hukum ataupun kontrol secara resmi dari siapapun. Yang dibutuhkan hanyalah kebebasan bagi setiap orang untuk memiliki dan menggunakan emas dan perak tanpa dikenakan pajak atas penggunaannya. Kebebasan yang dimaksud bukanlah hanya sebatas menjual dan membeli atau memiliki, tetapi juga kebebasan untuk menggunakannya sebagai alat tukar dalan transaksi.


Matauang dwilogam adalah matauang yang sehat, karena nilai yang terkadung didalamnya terbebas dari campurtangan pemerintah ataupun institusi keuangan manapun. Walau tidak bias dikatakan sebagai matauang yang stabil secara absolute, namun setidaknya bias dikatakan system ini memproteksi system keuangan daripengaruh pemerintah dan institusi keuangan yang selama ini bebas untuk bermain-main. Hal ini bisa dimengerti karena cadangan emas yang ada terbebas dari keinginan dan manipulasi sistem politik dan sistem keuangan global.


Dwilogam sebagai matauang dunia, di masa lalu, merupakan sebuah evolusi yang terjadi secara alami, tanpa perlu adanya peranan institusi maupun "treaties" diantara pemerintahan di dunia. Tak perlu seseorang atau lembaga apapun berperan untuk menjalankan dwilogam tersebut sebagai matauang dunia. Ketika Negara-negara besar di dunia menggunakannya sebagai matauang, pada saat itulah emas dan perak diakui sebagai matauang global pada jamannya. Memang ada perbedaan dalam nama, ukuran dan berat bagi tiap-tiap negara, namun hal itu bukan suatu persoalan, karena semuanya terbuat dari emas dan perak, sehingga mereka dapat dipertukarkan secara bebas sebagai alat transaksi yang mengandung nilai intrinsik. Karena, emas adalah emas dimanapun dia berada dan tidak peduli dicetak oleh siapa dengan gambar apa atas kekuasaan mana. Tidak jadi soal.


Menjadi jelas, dwilogam sebagai matauang akan mempersatukan dunia karena sistem pembayaran antar negara bukan menjadi persoalan lagi, karena tidak ada lagi perbedaan matauang antar negara. Hal ini akan memfasilitasi perdagangan dunia dengan lebih mudah dan efisien. Hal ini juga akan mendorong terjadinya pembagian kerja di tingkat dunia. Bangsa dengan spesialisasi dalam memproduksi barang-barang akan merasakan manfaat yang besar dalam pasar dunia. Namun diatas semua itu, matauang dwilogam akan menstimulasi ekspor kapital dari negara industrialis ke negara berkembang. Tanpa adanya rasa takut terhadap devaluasi atau hambatan untuk transfer antar negara, maka kapital baik dari Eropah maupun dari negara Muslim akan mendapatkan peluang yang menguntungkan di semua kontinen secara sama. Dengan cara ini, sektor perdagangan dan industri akan meningkatkan kondisi pekerja dan taraf kehidupan yang lebih baik di seluruh dunia.



LSL: Apa bedanya matauang emas dan matauang kertas dalam bahasa yang sederhana?


UIV: Emas tidak dapat diinflasikan dengan cara mencetak lebih banyak. Juga tidak dapat didevaluasi melalui dekrit pemerintah. Dan tidak seperti matauang kertas, emas adalah aset yang tidak bergantung kepada janji pihak lain untuk membayar. Sifat emas yang „portable" dan „anonim" menjadi amat penting, namun lebih penting lagi kenyataan bahwa emas adlaha aset yang tidak terkait dengan liabilitas pihak lain (THE MOST SIGNIFICANT FACT IS THAT GOLD IS AN ASSET THAT IS NO-ONE ELSE'S LIABILITY). Segala aset dalam bentuk kertas apakah bonds, shares (saham), deposito bank, adalah janji untuk membayar sejumlah yang dipinjam. Nilainya tergantung dari kepercayaan sang investor bahwa janji tersebut akan dipenuhi. Namun fakta kejadian adanya „junk bonds" (bond palsu) dan rontoknya matauang Mexico (peso) telah memberikan ilustrasi, bahwa janji itu ternyata nilainya hancur. Emas tidak seperti itu. Setitik emas bebas dari sistem keuangan. (A PIECE OF GOLD IS INDEPENDENT OF THE FINANCIAL SYSTEM). Ini teruji pula dari 5000 tahun pengalaman manusia.



LSL: Bukankah usaha anda tersebut sesuatu yang sulit dilaksanakan?


UIV: Mungkin benar bahwa kembalinya matauang dwilogam merupakan suatu perjalanan yang tidak mudah dan menuntut banyak perjuangan. Karena sejarah tersebut hilang secara gradual sejalan dengan erosi yang terjadi dalam sistem keuangan global. Mungkin kita perlu menaklukkan kembali secara lambat dan dengan penuh kepedihan untuk mendapatkan kembali kebebasan ini. Itu sebabnya kita tidak mencari kebenaran lewat reformasi hukum atau restorasi hukum, ataupun melalui konversi atau paritas, kita puas dengan hanya dengan kebebasan. Ini adalah jalan tersingkat dan langsung. Tidak berbelit-belit. Bisa saja memerlukan waktu yang lama bertahun-tahun untuk mengusahakan kebebasan ini karena harus melawan resistensi dari mereka yang tidak mau tahu, kecurigaan masyarakat yang belum paham, dan terutama dari mereka yang rakus dan mencintai kekuasaan untuk mengontrol orang-orang lain melalui institusi keuangan. Pemerintah, untuk beberapa alasan tersebut, mungkin saja mengambil langkah yang akan menawarkan tantangan baru untuk kerjakeras mengembalikan kebebasan tersebut. Hal itu akan perlu waktu, namun karena hutang negara-negara menjadi sangat besar dan sulit untuk dapat dilunasi dengan cara yang ada sekarang, maka bukan tidak mungkin pemerintah pemerintah tersebut mengundurkan diri karena tidak bisa lagi mampu bertahan dalam sistem. Maka sistem tersebut tidak lagi mampu bertahan. Alias rontok.



LSL: Apakah ada upaya dari pihak-pihak yang sekarang berkuasa untuk memperbaiki sistem yang ada tersebut? Apakah mereka begitu tidak sadarnya akan kenyataan yang anda uraikan tersebut? Kan mereka juga tentu paham, tapi bagaimana upaya mereka?


UIV: Ya terdapat suara yang kuat dari AS dan Eropa untuk melakukan "privatisasi matauang" (privatise money) sebagai cara untuk memperbaiki stabilitas harga, namun solusi yang ditawarkan tidak totalitas. Suara yang kuat pada dasarnya diarahkan menuju eliminasi bank sentral nasional. Mereka menginginkan dunia dengan banyak bank-bank swasta menerbitkan "banknotes" dan "deposit" yang merepresentasikan emas (ketimbang semacam traveler cheques Amercican Express yang merepresentasikan Dolar AS). Sehingga dengan demikian bank tetap menjadi pihak yang mengelola matauang.


INFLASI


LSL: Mengapa inflasi menjadi isu yang penting yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat?


UIV: Inflasi tidak bisa hanya dilihat dan dipertanyakan dari sistem akuntansi nasional semata, karena hal tersebut memiliki implikasi yang dahsyat kepada masalah sosial dan moral rakyat. Kalau rakyat dipaksa untuk menggunakan matauang kertas yang ternyata rawan terhadap devaluasi, terhadap berbagai aspek penyebab inflasi, maka rakyat sedang dibohongi oleh sistem tersebut. Istilah sopannya, kita sedang dipajaki oleh sistem tapi tidak secara langsung, tapi istilah sebenarnya adalah kita sedang dirampok oleh sistem.


Agar nilai matauang tidaklah berubah-ubah dan tahan terhadap fluktuasi, kebebasan untuk memilih emas dan perak harus ditegakkan kembali dalam dunia yang beradab, dan tidak perlu ada matauang kertas kecuali untuk sesuatu yang memang diperlukan sebagaimana pada awalnya, yaitu, sebagai kontrak terbatas yang tidak mengandung bunga sehingga tidak perlu diperhitungkan dalam sirkulasi.



LSL: Dalam beberapa kali debat mengenai kemungkinan kembalinya sistem mata uang emas dalam perekonomian dunia, sering muncul pertanyaan, apakah emas yang ada di dunia cukup untuk menjalankan sistem mata uang emas sebagaimana masa sebelumnya? Apakah emas yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan aktivitas perdagangan?


UIV: Jelas, emas yang ada di dunia cukup untuk mengembalikan sistem emas dalam ekonomi dunia. Di dunia tersedia emas yang juga cukup untuk memenuhi kebutuhan aktivitas perdagangan dan perekonomian dunia. Jawaban tersebut didukung oleh alasan-alasan berikut:


1. Emas yang dieksplorasi sepanjang sejarah umat manusia, terus dimanfaatkan hingga hari ini, meskipun telah dieksplorasi ribuan tahun yang lalu. Artinya, orang-orang yang mengeksplorasi emas tidak mengkonsumsi emas sampai emas itu lenyap atau habis, tetapi memanfaatkan emas dalam proses-proses pertukaran, baik dalam bentuk uang atau perhiasan. Emas bisa diproses dalam kegiatan industri atau dilebur kembali menjadi bentuk lain. Artinya, emas memiliki sifat khas, yakni bersifat "abadi", tidak pernah lenyap.


2. Emas dalam sejarah sejak masa lampau hingga akhir abad ke-19 terbukti cukup untuk memenuhi kebutuhan aktivitas perdagangan dan perekonomian dunia. Selama masa itu, tidak muncul masalah-masalah ekonomi dan keuangan. Sepanjang abad ke-19, pada saat pertumbuhan ekonomi meningkat pesat, dunia menyaksikan kejayaan ekonomi, turunnya harga-harga, dan juga meningkatnya upah dan gaji. Akan tetapi ternyata, saat itu tidak muncul kebutuhan akan emas, meskipun terjadi peningkatan volume barang dan jasa.


3. Apa yang dibayangkan orang sebenarnya bukan banyaknya uang secara real, tetapi dayabelinya. Dayabeli dari satuan uang emas cukup besar, sehingga dapat melahirkan kestabilan dan kemantapan, serta menghasilkan kesejahteraan dan kemakmuran. Sementara itu, penambahan uang kertas (yang tidak mewakili emas), akan membuat dunia mengalami masalah-masalah ekonomi yang berat, sehingga inflasi akan meningkat. Hal ini, pada gilirannya, akan menurunkan dayabeli yang terdapat pada uang kertas itu.


4. Sistem ekonomi yang bebas dari batasan-batasan—seperti adanya penetapan harga dan monopoli—tidak mementingkan jumlah uang yang ada. Berapa pun jumlah uang yang beredar, akan cukup untuk membeli barang dan jasa yang ada di pasar. Jika barang dan jasa bertambah, sementara jumlah uang yang beredar tetap, maka uang yang ada akan mampu membeli barang dan jasa secara maksimal. Sebaliknya, jika jumlah barang dan jasa berkurang, sementara jumlah uang tetap, maka uang yang ada hanya akan mengalami penurunan dayabeli untuk membeli barang dan jasa. Walhasil, berapapun uang yang ada, akan cukup untuk membeli barang dan jasa yang ada di pasar, banyak ataupun sedikit.


5. Fenomena yang tampak secara lahir, yaitu kurangnya emas, sebenarnya muncul akibat inflasi dunia yang terus melanda. Sekiranya dunia kembali pada sistem emas, niscaya kestabilan keuangan akan kembali lagi. Hal ini akan menyebabkan konsumsi emas mengecil karena saat itu emas tidak lagi digunakan dalam spekulasi perdagangan.


Alasan-alasan di atas menegaskan bahwa dunia dimungkinkan untuk kembali pada sistem emas dan emas yang ada di dunia cukup untuk memenuhi kebutuhan uang serta kebutuhan aktivitas perdagangan dan perekonomian.

 

LSL: Apakah cukup mengkoreksi ketimpangan ekonomi dan perdagangan global hanya dengan mengganti mata uang kertas menjadi mata uang emas saja?


UIV: Kita harus kembali kepada Sistem perekonomian Islam, dimana dinar dirham hanyalah salah satu komponen penting. Ada "5 pilar sistem ekonomi Islam" akan menjadi solusi masa depan dunia yang tidak terelakkan. Pertama, "Money (Freely Chosen)" yaitu Mata uang harusnya bebas ditentukan oleh masyarakt penggunanya, terutamanya adalah dinar dan dirham yang memiliki nilai intrinsik dan mempunyai sejarah yang panjang. Kedua, "Open Markets Infrastructure" yaitu infrastuktur pasar terbuka dimana setiap orang mempunyai hak, seperti mesjid. Bukan seperti hypermarket yang dimiliki perorangan sehingga menjadi monopoli beberapa gelintir orang yang menentukan nasib begitu banyak produsen barang yang ingin menjual karyanya. Ketiga, "Caravans – Open Distribution and Logistic Infrastructure" yaitu jaringan logistik dan distribusi yang terbuka bagi siapa saja, sehingga tidak menjadi monopoli sedikit pihak. Keempat adalah "guilds – open production infrastructure" yaitu sentra-sentra produksi kerakyatan harsunya mendapat perhatian dari pemerintah yang Islami untuk menjadi tempat yang layak untuk berproduksi sebagaimana standard global yang berlaku. Kelima adalah "Just Contractual Legal Frameworks (Shirkat and Qirad). Kelima infrastruktur tersebut haruslah dimiliki oleh publik sebagaimana mesjid. Hal ini menerapkan system waqaf dalam ajaran Islam. Dan hal ini harus dilihat sebagai dasar yang fundamental untuk mempertahankan kemakmuran rakyat untuk melawan keserakahan yang mengarah pada perampokan yang dilegalkan oleh sistem, monopoli, dan riba.



LSL: Mengapa anda cenderung untuk secara total mengembalikan kepada sistem ekonomi Islam sebagaimana anda jabarkan diatas? Apakah tidak ada variannya? Komprominya? Sebagaimana kita lihat sekarang ini hampir semua Bank, baik yang Islam maupun yang bukan, masuk kepada produk Bank Syariah? Bagaimana komentar anda atas fenomena ini?


UIV: Seolah sedang terjadi islamisasi kapitalisme, padahal yang terjadi sebaliknya. Islam dipaksa untuk menyesuaikan dengan praktek-praktek kapitalisme namun dengan nama-nama Islam. Maka kita kenal dengan Bank Syariah, Asuransi Syariah, Sistem mudarabah, murabahah, dll. Namun akar persoalan tidak dirubah. Bank Syariah itu adalah "dobel haram". Bank saja sudah haram, apalagi memberi nama Islam kepada sesuatu yang jelas haram. Inilah pembodohan yang dilakukan kepada umat Islam dan umat Islam tidak sadar.


LSL: Bagaimana status sekarang dari gerakan dinar dirham di tingkat dunia?


UIV: Sekarang ini terus berkembang pesat karena hal ini adalah suatu keharusan jaman karena sistem ekonomi gelembung yang sekarang ini walau lambat tapi pasti akan meletus. Kini, sekitar 3 juta orang bergabung membuka rekening dinar di www.e-dinar.com. Demikian juga WITO (World Islamic Trade Organization) terus mempromosikan kepada banyak kepala negara di dunia, terutama Asia Afrika dan Amerika Latin untuk bersama-sama melakukan perdagangan berbasis emas tersebut. WITO mendasarkan pada tiga infrastruktur minimum untuk perdagangan Islam yang diharapkan dapat bertahan dan bertumbuh dengan sendirinya yaitu money (dinar/ e-dinar), markets (souq/e-souq) dan finance (qirad/ e-qirad).


Gerakan penyadaran secara global terus menerus dilakukan. Sudah saatnya kita semua sebagai bangsa menyadari bahwa uang kertas, termasuk RUPIAH, adalah sistem yang selama ini memperbudak rakyatnya sendiri dan Bank Indonesia adalah peninggalan jaman kolonial yang sejatinya adalah haram, dan selama alat-alat ini masih ada dalam sistem ekonomi kita selama itu pulalah bangsa ini masih terus berada dalam era kolonial dan cita-cita kemerdekaan sosial ekonomi hanyalah sebuah ilusi.


LSL: Kalau pemerintah tidak mendukung gagasan ini, apakah gerakan dinar dirham ini masih bisa berjalan?


UIV: Yang lebih penting adalah masyarakatnya. Ini adalah gerakan rakyat di seluruh dunia untuk kembali kepada sistem "satu rakyat satu mata uang (emas) di seluruh dunia". Karena pada dasarnya gerakan ini tidak perlu campur tangan pemerintah. Kalau anda mau bertransaksi dengan teman anda melalui sistem emas, kan pemerintah tidak ikut campur. Sebagaimana kalau kita pakai credit card atau pakai cara-cara barter yang disepakati oleh pihak bersangkutan semata.


Tapi tentu pemerintah yang cerdas tidak mau ketinggalan terhadap gerakan global yang merupakan keharusan jaman ini. Maka, banyak sekali kepala negara yang mendukung. Dari beberapa kepala negara yang saya jumpai, belum ada satupun yang menolak inisiatif ini.


LSL: Jadi yang penting, menurut anda, adalah gerakan rakyat. Tapi kan pemerintah masih memegang otoritas yang memaksa digunakannya mata uang kertas di negara masing-masing. Apakah hal ini tidak menciptakan dikotomi pemerintah versus rakyat?


UIV: Mari kita kembali melihat sejarah kolonial dan terbentuknya negara-bangsa (nation-state). Ketika negara-bangsa disebut "merdeka', sebetulnya sang kolonial meninggalkan dua (2) bom waktu, yaitu Bank Sentral yang tugasnya mencetak mata uang kertas, dan satu lagi adalah pemerintah yang tugasnya memaksa rakyat untuk menggunakan mata uang kertas tersebut. Dua hal inilah yang menjadi alat kontrol sistem keuangan dunia hingga dewasa ini. Jadi sebetulnya rakyat belum benar-benar merdeka. Karena hal yang paling penting masih dikontrol pihak lain, bukan ditangan rakyat. Ini adalah esensi kedaulatan rakyat dan demokrasi yang sesungguhnya, yang harus dipertanyakan dan direbut kembali oleh rakyat.


Peran pemerintah yang paham terhadap sejarah ini akan mencerdaskan diri dengan meredefiniskan perannya untuk rakyat, sehingga tetap bertahan hidup (tetap berperan), karena kalau tidak, pemerintah hanya akan menjadi beban rakyat, dan kalau ini yang terjadi maka akan terjadi revolusi sosial dimana banyak pemikir menyebutnya dengan istilah "the death of government" sejalan paralel dengan proses "the death of money" dan "the death of inflation".


Karena pada dasarnya, pemerintah kalau yang tidak sadar persoalan yang mendasar, juga diperalat oleh sistem keuangan global tersebut.



LSL: Apa sebenarnya yang dialami oleh rakyat tanpa disadarinya sebagai akibat dari cara bekerjanya sistem keuangan eksploitatif tersebut?


UIV: Kita sebagai rakyat sedang santai-santai ngobrol seperti inipun, sistem keuangan sedang sibuk "mencuri" dari kantong kita. Sejarahnya begini. Awalnya kertas yang mewakili transaksi komoditi yang dibarter adalah hanya catatan hutang, maka disebut "promissory note" artinya surat hutang. Maka, surat hutang tersebut bisa ditukarkan kembali dalam bentuk komoditi yang dijanjikan, biasanya emas. Jadi kertas bukan komoditi itu sendiri. Kertas hanya catatan. Masalahnya kini, kertas itu sudah jadi komoditi yang juga diperdagangkan padahal tidak ada riilnya. Cuma catatan kok diperdagangkan. Kan sama saja dengan SDSB (perjudian), maka "financial economy" disebut dengan "speculative economy". Disini penyebab awal permasalahan. Maka di dunia ada istilah sektor riil dan sektor finansial.


LSL: Namun kan tidak praktis kalau kita membawa-bawa matauang emas, makanya dulu sejarahnya digantikan oleh matauang kertas yang lebih praktis. Bukankah demikian? Bagaimana kita mau kembali lagi seperti jaman dulu?


UIV: Namun sekarang jaman berbeda. Ada perkembangan pesat teknologi multimedia berbasis teknologi informasi komunikasi. Sekarang telekomunikasi berkembang dari 3G menuju 4G sebentar lagi, dan diperkirakan semua orang akan terhubung dalam jaringan atau "connected society". Pada dasarnya, teknologi yang memungkinkan dan memudahkan manusia saling berhubungan dengan cepat, mudah, dan terjangkau memiliki potensi untuk mendorong pembangunan masyarakat yang lebih adil dan merata. Teknologi semacam ini harus dimiliki oleh rakyat untuk membantu rakyat mengorganisir diri secara korporasi, efisien, sehingga pada gilirannya rakyat yang mendapat manfaat tersebar dari proses berekonomi dan bermasyarakat. Inilah yang disebut dengan keharusan jaman.


Sekarang sudah ada jaringan handphone, dimana hampir semua orang memiliki handphone. Di Indonesia saja yang dianggap lambat perkembangannya kini sudah mencapai hampir 40%. Di dalam handphone itu sebenarnya ada "uang" nya dalam bentuk pulsa. NTT DoCoMo dari Jepang sudah menerbitkan model handphone yang disebut dengan i-mode, yang dengan menambah tombol menu tertentu bisa digunakan untuk berbagai macam transaksi langsung dari handphone ke handphone juga ke web internet, sehingga memudahkan berbagai macam transaksi. Dengan cara ini, tidak perlu lagi jaringan perbankan apalagi jaringan ATM yang hanya mengurus kertas yang diberinama uang sehingga ongkos yang dibebankan kepada rakyat menjadi besar. Dengan cara baru ini, ongkos hanyalah biaya pulsa semacam sms saja. Bayangkan, semua orang memiliki rekening dalam bentuk dinar emas, selanjutnya transaksi antar orang, tidak peduli bangsa apa, serta berada dimana, tidak perlu lagi bertukar nilai matauang kertas negara pengirim dengan matauang yertas negara penerima, karena emas dimanapun adalah emas. Jadi bukan kembali lepada masa lalu, Namur teknologi telah memungkinkan koreksi terhadap penyimpangan sistem ekonomi yang eksploitatif. Artinya, di jaman "cybernomics" (ekonomi jaringan), matauang kertas menjadi kuno, ketinggalan jaman, dan ongkosnya mahal. Tidak praktis. Matauang emas dalam "pulsa", yang didukung dengan "gold repository" (tempat penyimpanan emas) di kota-kota di dunia menjadi cara praktis jaman ini. Satu dunia satu matauang.


LSL: Inikah yang sering anda sebut dengan "coup de banque" (kudeta perbankan) itu?


UIV: Tepat sekali. Teknologi informasi merupakan sarana yang dapat mengkudeta fungsi perbankan atau istilahnya "coup de banque". Anda bisa bayangkan, sebenarnya fungsi perbankan kan amat sederhana, hanya mengadministrasi pencatatan plus dan minus saja dengan sedikit variasi perhitungan, mengapa menjadi raja yang mengatur dan menentukan nasib sektor-sektor lain. Pasti ada yang salah kan.


Anda bisa bayangkan, betapa sistem perbankan sebenarnya hanya beban ekonomi, misalnya keberadaan jaringan ATM yang investasinya mahal di seluruh dunia hanya mengurusi uang kertas, padahal kini ada handphone yang isinya pulsa, dimana pulsa adalah juga uang kan? Sehingga kita bisa melakukan pembayaran dengan pulsa tersebut. Dunia sedang menuju "Cashless society" atau "Paperless society". Jadi bisnis perbankan kini adalah sunset bisnis, karena layanannya tidak lagi efisien dan dewasa ini tidak lagi kompetitif dibanding dengan dengan perkembangan fitur-fitur teknologi informasi komunikasi yang semakin canggih saja. Biaya transaksi hanya sebesar biaya pulsa, namun transaksi melalui perbankan harus dipikirkan ongkos manajemen untuk menggaji para bankir yang gajinya paling mahal di dunia, belum lagi gedung-gedung mewah di pusat kota, dan jaringan ATM yang investasinya mahal. Tidak sebanding dengan transaksi antar HP dengan biaya cukup pulsa saja. Bagaimana perbankan mau bertahan?


Dalam sejarah wajar-wajar saja kalau perkembangan teknologi mendorong berkembangnya dasar teori "coup de banque" tersebut dan di dunia sedang dipikirkan bagaimana revolusi dunia keuangan ini. Hal yang tidak dapat dielakkan. Ini yang disebut dengan suatu keharusan sejarah.


Jaman Nabi dulu, para pedagang lah yang berada di gedung mewah, sementara rentenir itu yang berada di jalanan. Sekarang yang kita lihat terbalik. Para bankir duduk-duduk di gedung mewah, sementara para pedagang kaki lima berceceran di sepanjang jalan, malah kena gusur tibum segala. Maka, jangan salahkan orang lain kalau kita miskin, karena tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW, padahal Indonesia adalah negara dengan mayoritas muslim di dunia.



LSL: Bagaimana gerakan koperasi dapat mengambil manfaat dari gerakan dinar dirham serta revolusi teknologi informasi komunikasi tersebut?


UIV: Tentu saja koperasi adalah lembaga bisnis yang paling adil apabila dikelola dengan cara korporasi dengan manajemen dan teknologi yang sama dengan korporasi. Gerakan koperasi dan gerakan dinar dirham amat sejalan. Anda bayangkan kalau koperasi di suatu tempat bertransaksi dagang dengan koperasi di tempat lain dengan menggunakan sistem dinar dirham yang berbasis teknologi informasi komunikasi, maka habislah fungsi seluruh perbankan. Pertama, karena dengan cara teknologi ini lebih efisien dan lebih murah dibandingkan lewat mekanisme perbankan yang ruwet dan berbelit. Kedua, perbankan tidak diperlukan lagi ketika sektor riil berhubungan dengan sektor riil melalui mata uang emas, karena menjadi seperti barter komoditi. Ketiga, secara makro akan mengoreksi ketimpangan ekonomi dunia dengan mengembalikan peranan sektor riil secara mendasar.


Dalam kesempatan ini, anggota-anggota ICA (International Cooperatives Association) yang merupakan gerakan koperasi nasional di negara masing-masing, sudah saatnya memikirkan dan mengusulkan pembentukan World Cooperatives Bank (WCB) sebagai saingan dari World Bank. Dimana WCB tersebut dimiliki oleh semua koperasi yang menjadi anggotanya dan berfungsi untuk memfasilitasi berbagai transaksi perdagangan serta kerjasama produksi disamping sebagai "gateway" (gerbang) dari dunia keuangan dan perbankan yang sekarang masih mendominasi perdagangan dunia. WITO siap bekerjasama dalam inisiatif pembentukan WCB tersebut agar mempercepat pemulihan sistem ekonomi dunia yang lebih adil dan mendorong kemakmuran lebih banyak orang di belahan bumi yang selama ini dirugikan oleh sistem yang timpang ini.


LSL: Apakah WITO siap memfasilitasi perdagangan antara koperasi dengan berbasis mata uang emas, sehingga tidak perlu melalui fasilitas perbankan?


UIV: Tentu saja. Ini adalah hal yang harus dikerjakan. Caranya mudah. Hanya dengan membuka rekening di e-dinar dotcom, sehingga masing-masing koperasi bisa bertransaksi dalam mata uang emas. Kalau diperlukan intermediasi berbasis emas, WITO akan melakukan fungsi intermediasi berbasis emas sehingga proses perdagangan sebagaimana yang dilakukan dengan intermediasi pewrbankan melalui penerbitan L/C dll itu juga bisa dilakukan, tapi tentu saja dengan biaya yang jauh lebih murah sehingga tidak membebani sektor riil. Pertama, teknologinya mudah bisa dengan SMS ataupun internet. Kedua, tidak diperlukan pertukaran mata uang dua kali, dari misalnya Rupiah ke US dolar, baru ke Yuan, dan demikian juga sebaliknya. Sehingga lantas diperlukan biaya forex (foreign exchange), plus ongkos "hegding" segala. Yang sederhana, RTGS antar bank di satu kota saja biayanya Rp. 30ribu. Mahal kan. Dengan mata uang emas, yang didukung oleh fasilitas teknologi informasi komunikasi, yang diakui dimanapun di dunia ini, maka biaya transaksi bisnis akan sangat murah meriah, hanya seharga pulsa, menjadi terjangkau, cepat tidak birokratis, tidak perlu antri di bank, dan yang terutama adalah menegakkan keadilan. Mengembalikan hak rakyat ke tangan rakyat. Inilah demokrasi yang sesungguhnya. Bukan demokrasi "lip service".


LSL: Demokrasi "Lips service" maksudnya?


UIV: Maksudnya, mau apapun boleh, bahkan difasilitasi atau dipermainkan biar mengesankan demokrasi berjalan lancar. Mau berjilbab sampai seperti ninja atau mau telanjang di jalanan boleh, mau homoseksual atau heteroseksual boleh, mau apa saja boleh. Mau beristri satu atau banyak silahkan diperdebatkan secara demokratis. Ada aliran sesat, silahkan diadu pro dan kontra. Biar demokratis. Asalkan jangan menyentuh yang satu ini, yaitu matauang dan sistem ekonomi. Istilahnya "demokrasi untuk anda, tapi tidak untuk saya".


__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

No comments: